Kamis, 15 Juli 2010

Sayonara Afrika, In Memoriam Sepakbola Indah

Ramalan Nama Saya membayangkan suasana hati Johan Cruyff seperti kata-kata Simone de Beauvoir dalam Old Age (La Viellese): "Ada jalan-jalan di Uzervhe, Marseilles, dan Rouen tempat aku bisa menggembara, mengenali kembali rumah-rumahnya dan batu-batu itu; namun takkan pernah kutemukan kembali rencana-rencanaku, harapan dan ketakutanku…"

Zodiak Masa lalu, kejayaan yang silam, memang masih menyediakan sejenak ruang untuk bernostalgia -- setapak ziarah. Dan bagi Cruyff, itu hanya berarti mengenang kembali Piala Dunia 1974 ketika ia membawa De Oranje ke babak final. Lebih mengharukan lagi, mungkin dengan cara memutar kembali rekaman-rekaman pertandingan sembari ditemani secangkir kopi panas.

Cruyff, tak bisa dipungkiri adalah pemain terbesar Negeri Kincir Angin. Ia bukan saja seorang eventful man tetapi juga event-making man menurut klasifikasi Sidney Hook dalam The Hero in History pada pesepakbolaan Belanda. Bersama Johan Neeskens, Johny Rep, Rob Resenbrink, Rud Kroll, dan Arie Haan, ia membuat para pengamat bola di seantero dunia tercengang pada pola dan kualitas permainan total football yang diperagakan oleh tim Oranye. Kendati Belanda harus puas sebagai runner up setelah kalah 2-1 dari Jerman Barat, nyaris semua media kala itu menyebut total football sebagai sebuah revolusi dalam sejarah permainan sepakbola.

Karena itulah, bisa dimaklumi kekecewaan Cruyff ketika permainan bola cantik-brilian ini menghilang dari penampilan-penampilan Belanda pada Piala Dunia 2010.

"Terus terang, saya saat ini mendukung sepakbola indah daripada sepakbola yang mengedepankan hasil akhir belaka. Sayang, pandangan semacam itu sekarang tak dimiliki pelatih van Marwijk. Dia menekankan tim Belanda bermain dengan mengutamakan penguasaan bola dan lebih sabar dalam membongkar pertahanan lawan," sungutnya sebelum Belanda berhadapan dengan Brasil di Stadion Nelson Mandela Bay, Port Elisabeth, 2 Juli lalu.

Tetapi toh, sebutan from zero to hero barangkali memang pantas disandang oleh van Marwijk. Di tangan dingin mantan pemain Fortuna Sittard ini, Belanda yang datang ke Afrika Selatan bukan sebagai tim unggulan berhasil melaju ke babak final setelah 32 tahun. Bayangkan, 32 tahun setelah Belanda takluk 3-1 dari tuan rumah Argentina pada final Piala Dunia 1978! Meski tanpa Cruyff yang menolak hadir di Argentina selepas insiden kekerasan menimpanya di Barcelona, solidnya total football yang dimainkan tim Oranye saat itu hanya digagalkan satu orang, Mario Kempes. Tak heran konsep permainan ini pun dianggap sebagai sebuah inovasi paling berharga di dunia sepakbola yang membuat sepakbola enak ditonton, menghibur dan tidak menjemukan.

0 komentar:

Posting Komentar

 
© Copyright by Ramalan Pemenang Pemilu  |  SEO by Blogspot tutorial Support JAVA'S GROUP